Monday, April 23, 2012

Ciwidey, 22 April 2012


Bermula dari sebuah post di web yang meuji-muji obyek wisata Kawah Putih, saya penasaran seperti apa sih indahnya obyek itu. Kebetulan saat itu mungkin rasa nekad saya sedang memuncak, dan kebetulan pula pada hari Sabtu 21 April 2012 yang lalu saya ada acara tapi bukan dalam rangka tugas kantor di Jakarta. Dengan cepat saya putuskan, hari Minggunya saya harus bisa melihat Kawah Putih. Lalu saya browse info tentang obyek ini, dan ternyata saya mendapatkan info yang menarik: lokasinya di sekitar Ciwidey, sekitar 46 km di selatan kota Bandung, dan di sekitar itu ada beberapa obyek wisata lain yang patut dikunjungi (setelah saya lihat sendiri, ternyata ada tujuh obyek).

Tibalah saat persiapan. Itinerary perjalanan pun disusun. Saya harus sampai Bandung hari Sabtu malam, menginap semalam, baru Minggu pagi berangkat ke Ciwidey. Tak lupa pula saya menyewa mobil untuk transportasi menuju lokasi. Sabtu sore menjelang memasuki Bandung, saya mengkonfirmasi pak sopir yang akan mengantar saya, dan saya sangat terkejut mendengar jawabannya. Dia bilang hari itu dia sakit, sehingga tidak bisa mengantar saya esok paginya. Saya agak panik dan malam itu saya mencoba mengontak beberapa teman yang ada di Bandung. Saya semakin panik karena menjelang jam 10 malam belum dapat mobil pengganti juga. Tapi ternyata Tuhan memang mengijinkan saya untuk tetap berwisata, akhirnya malam itu saya mendapatkan mobil atas bantuan seorang teman. Avanza dan sopirnya siap membawa saya ke Ciwidey…

Saya berangkat dari rumah saudara sekitar jam 7.30. Saya pikir, jarak 46 km paling lama ditempuh dalam waktu 60-75 menit. Ternyata saya salah besar. Selepas pintu keluar tol Purbaleunyi ke arah Kopo/Sorean, mulailah kemacetan melanda. Itu masih pagi, saya tidak bisa membayangkan bagaimana macetnya saat siang. Di Kopo macet, di Soreang juga. Bahkan di ibukota Kabupaten Bandung ini macetnya agak lama, karena jalan rayanya digunakan masyarakat untuk berkegiatan Minggu pagi. Ada yang olah raga, ada yang jajan, ada yang jualan, dsb. Singkat kata, saya sampai di Kawah Putih setelah menempuh hampir 2,5 jam perjalanan.

Begitu masuk ke pintu masuk kompleks Kawah Putih, semua kejengkelan hilang. Suasana hijau asri plus udara segar seketika menghilangkan semua emosi. Maklum saja ketinggian lokasi ini hampir 2000 dpl. Dari pintu masuk ini sampai ke lokasi kawahnya masih sekitar 5 km lagi, dengan jalan sempit melingkari Gunung Patuha. Ada dua macam cara untuk naik ke lokasi kawah: naik mobil sendiri atau ikut angkutan umum. Kalau naik mobil sendiri, biayanya dipukul rata Rp 150 ribu (mobil + semua penumpangnya). Jika naik angkutan umum, biayanya Rp 15 ribu per orang. Saya hanya membayar Rp 30 ribu saja dan bisa pakai mobil sendiri. Rahasianya? Karena yang punya mobil terafiliasi dengan Dinas Kehutanan Prov. Jabar…hehehe…

Akhirnya mobil saya sampai di lokasi kawah. Di sana ada tempat parkir yang luas dan tertata rapi. Ada tulisan “Kawah Putih” besar di situ. Kawah Putih mendapatkan namanya dari kenyataan bahwa tepiannya berwarna putih. Bukan pasir, tapi sulfur. Bau sulfur memang terasa sekali, tapi saat saya datang, bau itu tidak terlalu menyengat. Kalau tidak tahan baunya, banyak penjual masker di area parkir itu. Kawahnya sendiri terletak sekitar 100m dari tempat parkir mobil. Sayapun segera turun dan berjalan menuju kawah.

Begitu melihat kawah, subhanallah…indah sekali. Hamparan air berwarna biru muda seolah dipangku oleh gunung karang yang kokoh, bertemu dengan batu-batu sulfur berwarna putih di tepiannya. Sesekali bertiup kabut di permukaannya, membuat suasana menjadi sedikit agak mistis. Saya yakin suasana mistis ini akan lebih terasa saat tidak banyak pengunjung, apalagi kalau kita mendekat ke kayu-kayu pohon yang mati menghitam karena tidak kuat menahan pengaruh sulfur. Suatu saat saya ingin kembali ke sini menjelang sore dan pada waktu tidak libur sehingga tidak banyak pengunjungnya. Saya rasa saat terbaik untuk mengunjungi Kawah Putih adalah saat tidak banyak hiruk pikuk dari pengunjung sehingga kawah itu bisa memperlihatkan nuansa kehampaan yang luar biasa. Bayangkan, di kawah itu sama sekali tidak ada gerak mahluk sebagai ciri kehidupan. Tidak ada hewan darat, air, maupun udara di sekitarnya. Jika tidak ada manusia di situ, maka yang ada hanyalah kediaman yang membeku…

Cukup lama saya berada di kawah, mungkin hampir 1,5 jam. Saya ingin benar-benar menikmati suasananya. Meski banyak wisatawan, tapi tetap saja saya bisa menikmati suasana tenang dan sejuk yang ditingkahi dengan unsur mistis…

Setelah puas memotret, saya kembali ke mobil. Saya bertanya ke mas Adang yang menyopiri mobil, obyek apa lagi yang bisa dilihat di sekitar itu. Dia mengusulkan ke Situ Patengan. Dalam perjalanan ke Situ Patengan, saya melewati kebun the yang luar biasa indahnya. Menurut saya pemandangannya lebih bagus daripada di Puncak atau Lembang.

Situ Patengan sendiri terletak sekitar 5 km dari Kawah Putih ke arah selatan. Lokasinya di antara kebun teh. Menjelang sampai ke lokasi, saat jalan agak menurun, ada satu spot yang breathtaking sekali. Dari situ terlihat danaunya di kejauhan dengan air berwarna kebiruan, dan di foreground ada hamparan tanaman teh yang menghijau. Luar biasa indahnya.

Di Situ Patengan sendiri lokasinya lebih ramai pengunjung, karena ada atraksi menyewa perahu mengelilingi danau. Saya sebenarnya ingin juga menyewa, tapi saat itu hujan mulai turun, sehingga viewnya kurang bagu untuk berburu foto. Akhirnya cukuplah berfoto-foto di pinggir danaunya saja. Karena hari sudah siang, saya tidak berlama-lama di Situ Patengan. Sekitar jam 12.30 saya pulang kembali ke Bandung.

O ya, di sepanjang jalan antara Ciwidey dan Kawah Putih ada banyak kebun strawberry yang menawarkan sistem petik sendiri. Saya ingin membeli strawberry, tapi tidak mau memetiknya. Terlalu lama, dan saya tidak tertarik…Untungnya saat saya mampir ke salah satu kebun, pas saat itu penjualnya bilang dia baru saja menerima kiriman satu boks besar strawberry yang masih fresh dari kebun. Langsung saja saya borong, harganya Rp 30 ribu per kilo. Saya tidak tahu apakah harga segitu itu murah atau mahal, pokoknya saya beli saja 2 kilo. Menurut saya sih tidak mahal, karena strawberrynya besar-besar dan manis. Kalaupun mahal, saya tetap tidak merasa rugi…hehehe…

Setelah beli strawberry, saya melanjutkan perjalanan pulang. Sebelum pulang, saya sempatkan juga mampir di Kartika Sari cabang Kopo. Seperti biasanya saya cari roti kesenangan anak-anak. Akhirnya jam 4 saya sampai di Bandung kembali, dan jam 7 malam melanjutkan perjalanan pulang ke Yogya.

Kesimpulan: Ciwidey sangat recommended untuk dikunjungi jika anda suka akan wisata alam. Kalau berkunjung ke sana sebaiknya menginap karena ada beberapa obyek lain yang juga menarik. Ada pemandian air panas, ada tempat penangkaran rusa, dan sebagainya. Di sekitar Ciwidey ada beberapa penginapan yang cukup baik. Saya rasa info tentang penginapan bisa dicari di Google.

Foto-foto perjalanan saya ke Kawah Putih dan Situ Patengan bisa dilihat di: http://goo.gl/JDOUI



Saturday, April 07, 2012






Di antara Sumbing dan Sindoro

Pada libur panjang kali ini saya ingin melakukan hobi yang sudah agak lama tidak tersalurkan: jalan-jalan sambil memotret. Tadinya ingin ke lokasi yang agak jauh dan mengeksplorasinya dalam waktu yang agak lama, tapi karena ada anak yang tidak libur hari Sabtunya, rencana itu urung dijalankan. Saat memilih lokasi pengganti, saya teringat suatu tempat di antara Wonosobo dan Parakan. Kledung adalah daerah dengan elevasi tertinggi di antara kedua kota tersebut. Kledung terletak di antara dua gunung: Sindoro dan Sumbing. Saya pernah lewat daerah tersebut saat matahari baru saja terbit, tepatnya pada strip jalan lurus dari arah Wonosobo sebelum masuk ke Kledung. Di sisi kanan ada Sumbing, dan di sisi kiri ada Sindoro. Sinar matahari yang menyembul membuat punggun Sumbing dan Sindoro memerah. Dihiasi oleh kabut tipis yang tersisa, sungguh sebuah pemandangan yang sangat indah …

Akhirnya saya putuskan untuk pergi ke Kledung. Saat mencari hotel via Internet, kebanyakan informasi menunjukkan hotel di Wonosobo. Tidak…saya tidak ingin menginap di Wonosobo. Saya ingin menginap di Kledung. Tiba-tiba saya teringat juga, saat lewat daerah itu, ada penginapan yang sepertinya cukup bagus. Saya lupa namanya, tapi akhirnya ketemu juga: Kledung Pass Hotel. Setelah berburu di Internet lagi, ketemulah nomor teleponnya. Reservasipun dibuat, tapi sebetulnya tidak perlu karena mbak petugasnya bilang masih banyak kamar yang kosong.

Akhirnya saya dan istri berangkat hari Kamis sore jam 15.30. Kledung terletak sekitar 17km setelah kota Parakan dari arah Yogya. Perjalanan dari Yogya ditempuh dalam waktu sekitar 3 jam. Perjalanan lancar, dan kami makan malam di RM Ani, dekat kota Parakan. Sampai di penginapan sekitar jam 19. Lokasi hotel di sebelah kanan (utara) jalan, pada jalan lurus setelah tanjakan Kledung yang berkelok-kelok. Kami agak terkejut karena tidak mengira hotelnya cukup bagus dan bersih. Sangat menarik mengingat biayanya hanya Rp 275 ribu per malam, sudah termasuk makan pagi untuk 2 orang.

Uniknya hotel ini adalah ada dua pilihan kamar: view menghadap gunung Sumbing atau menghadap gunung Sindoro. Setelah saya bandingkan, view ke Sumbing lebih bagus. Kamarnya sendiri tidak terlalu besar, tapi bersih. Ada teras kecil di luar kamar, sangat nyaman untuk memandangi Sumbing yang seolah-olah ada di hadapan kita persis. Oh..jangan berharap ada AC di hotel sekitar Kledung.. :D

Pagi harinya saya sudah siap setelah subuh. Ternyata masih gelap. Langit mulai memerah sekitar jam 5.45. Sosok Sumbing dan Sindoro mulai terlihat. Saya mulai mengeksplorasi daerah di sekitar hotel, dan mengambil beberapa foto (bisa dilihat di Album Foto di Google+ saya di http://goo.gl/5KWp3).

Hawa yang segar dan pemandangan yang indah sungguh membuat orang bisa berlama-lama di daerah ini. Sayangnya tidak ada obyek wisata atau kegiatan wisata lain yang tersedia. Padahal mungkin trekking ke kaki Sumbing atau Sindoro bisa dilakukan, mengingat jarak ke kedua gunung tersebut relatif dekat. Di sekitar hotel hanya ada kebun sayur, yang saat ini masih dalam tahap pengolahan tanah sehingga tidak menarik untuk dilihat-lihat.

Setelah puas memotret, kami sarapan di rumah makan yang ada di depan hotel. Sarapan yang diperoleh bisa dipilih: nasi goreng, rames, atau rawon (tidak ada menu continental di sini), tapi di rumah makan itu juga ada banyak lauk tambahan kalau kurang puas dengan menu basic tersebut.

Sebenarnya saya ingin tinggal di situ sampai menjelang sunset karena ingin merasakan view yang berbeda, tapi sayangnya tidak bisa dilaksanakan. Saya ingin merasakan suasana misty, sore temaram dan berkabut. Pasti menarik untuk difoto, tapi mungkin untung-untungan tergantung waktunya juga.

Anyway, saya puas dengan trip semalam ke Kledung ini. Suasana tenang, pemandangan indah, dan udara segar plus beberapa foto cukup untuk recharge energi dan memulihkan suasana hati. Saran saya, kalau mau pergi ke sini, usahakan untuk sampai di Kledung sebelum jam 17 agar bisa menikmati suasana menjelang matahari tenggelam.