Perjalanan Mudik: Sebuah Rekor
Seperti tahun-tahun kemarin, saya sekeluarga merencanakan mudik ke Lampung pada sehari setelah Lebaran (H+1). Biasanya kami berangkat pagi-pagi, lalu menginap di sekitar Jakarta sebelum meneruskan perjalanan ke Lampung esok harinya. Normalnya perjalanan Yogya-Lampung ditempuh dalam waktu 2 hari 1 malam.
Sehari sebelum lebaran (hari Kamis), tiba-tiba 3 anak laki-laki saya sakit. Gejalanya seragam: badan panas, batuk, dan meriang. Tentu saja kami tidak bisa membawa anak-anak yg sedang sakit untuk mudik, sehingga terpaksa mudiknya ditunda sampai mereka sembuh. Untunglah penyakitnya tidak serius, jadi 3 hari kemudian mereka sudah mulai sehat kembali.
Akhirnya hari Senin pagi tgl 13 September berangkatlah kami ke Lampung. Berangkat dari rumah sekitar jam 10.30 karena banyak hal yg harus dipersiapkan. Saya sadar bahwa hari itu diramalkan puncak arus balik khusus PNS (dan mungkin juga karyawan swasta) karena tgl. 14 September mereka sudah harus masuk kantor kembali.
Awalnya perjalanan berasa lancar-lancar saja, tetapi sampai selepas Purworejo, gejala tidak baik mulai terasa. Kemacetan mulai muncul, sehingga Yogya-Kebumen ditempuh dalam waktu sekitar 5 jam! Kemacetan semakin menjadi di Karanganyar dan selepasnya, sehingga setelah maghrib kami baru lepas dari Wangon (Banyumas). Tadinya saya mau belok ke kanan ke arah Ajibarang utk kemudian lewat jalur utara, tapi pak polisi di perempatan Wangon bilang kalau di Bumiayu macet total, sehingga kami diarahkan lewat jalur selatan. Saya menurut saja, dan akhirnya saya terus saja melewati Majenang dan Banjar. Sekitar jam 9, kami semua sudah capai, dan akhirnya saya memutuskan menginap di Ciamis. Kebetulan ada hotel di pinggir jalan besar, tapi ternyata itu pilihan yg buruk karena saya malah tidak bisa tidur karena suara mobil & motor sepanjang malam membuat saya tidak bisa istirahat dengan baik.
Hari kedua: perjalanan menguji kesabaran.
Kami berangkat dari hotel di Ciamis sekitar jam 9 pagi. Awalnya lancar, tapi begitu masuk daerah Rajapolah (Tasikmalaya), kemacetan mulai terasa. Kemacetan semakin menjadi menjelang masuk Ciawi. Di sini benar-benar berhenti. Kalau diajak balapan sama kura-kura saja, pasti menang kura-kuranya... Walhasil jarak sekitar 35km ditempuh dalam waktu 6 jam. Akhirnya sekitar jam 3 saya memutuskan untuk istirahat di pompa bensin, sekalian mengisi bensin yg sudah kritis. Problemnya ternyata belum selesai: stok premium di semua pompa bensin habis! Akhirnya tetap saja saya masuk ke sebuah pompa bensin yg agak besar, mobil diparkir di situ, dan penumpangnya bergeletakan sambil mencari makan siang... Untungnya 1 jam kemudian stok premiumnya datang, dan 30 menit setelah itu kami berangkat lagi.
Untungnya setelah itu perjalanan lancar. Nagrek dapat saya lewati dengan lancar, melalui jalan baru yg belum lama dibuka. Tapi saat itu kami semua sudah capek fisik dan emosinya. Dari Nagrek saya menyetir mobil tanpa soul. Tangan dan kaki saya seolah bekerja sendiri, tanpa diperintah oleh otak saya. Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti di Cikarang, sekitar jam 10 malam, karena semua sudah teler. Menginaplah kami di Hotel Grand Cikarang.
Hari ketiga: mudik dengan lancar
Dari hotel kami berangkat kira-kira jam 9.30. Tujuan: ke Depok, mengantar anak mbarep yang sudah akan masuk sekolah lagi (F. Psikologi UI ternyata lebih rajin daripada JTETI UGM yg baru memulai kuliah tgl 20 Sept). Saya tidak paham jalan-jalan di Jakarta, tapi alhamdulillah ada si Mio yang terpasang di depan saya. Navigator GPS inilah yang membantu saya menunjukkan rute ke Depok (meskipun harus saya setel-setel dulu, karena rute default yg dia sarankan melewati jalan-jalan kecil yang saya blum pernah dengar sebelumnya).
Saat di Depok, hujan turun dengan deras. Saya mulai khawatir kalau macet akibat jalanan banjir. Untungnya daerah Depok, Margonda, dan JORR bukanlah daerah banjir, sehingga perjalanan dapat dilanjutkan dengan aman.
Akhirnya jam 16.30 saya sampai di Merak. Pelabuhan ferry tidak begitu ramai, dan perjalanan menyeberang ke Bakauheni juga cepat. Hanya dalam waktu 2 jam kapal sudah docking di dermaga Bakauheni, dan saya keluar dari kapal kira-kira menjelang pukul 19.00. Dari Bakauheni ke Bandarlampung, yang ramai adalah arus baliknya. Sepertinya pemudik lebih suka menyeberang saat malam hari karena tidak panas.
Begitu menapak di bumi Lampung, saya benar-benar ingin segera sampai ke rumah ibu mertua. Pikiran cuma satu: ingin tidur sepuasnya. Stream saya pacu dengan cepat. Yang tadinya keluar kapal urutan ke sekian, sampai di Tarahan sudah jadi yang terdepan...Akhirnya sekitar jam 20.45 tibalah saya di tujuan dengan selamat. Dan sebelum tidur, istri saya mengaku kalau tadi dia sebenarnya agak takut karena saya ngebut sekali... :)
Inilah perjalanan mudik terpanjang saya: Yogya-Lampung dalam 3 hari 2 malam...
5 comments:
hihihi...kalo perjalanan normal harusnya dah sampe padang tu pak :D.btw riska dah kuliah ya, wah time flies, kirain masih SMA. jadi masuk Psikologi juga ya ternyata hehe
Perjalanan yang seru,menguji kesabaran apalagi bawa anak2 yang mungkin saja moodnya bisa naik turun..., alhamdulillah sampai dengan selamat pak..:)
Seru Pak Ceritanya, yg baca ikut lelah membayangkan perjalanannya :D
DI Jalur selatan ada jalur lebih selatan lagi pak.. Menyusuri pantai...
Yang itu insya allah jauh lebih cepat and fun...
Kalau diikuti terus lewat cilacap keluarnya bisa di banjar.
Dulu sering pake jalur tu Jakarta Jogja bisa cuma 8 jam...
Entah ya sekarang setelah 3 tahun.
wah pak,
kalo naek bus cuma 20 jam jogja-lampung, kan saya juga orang lampung yang kuliah di elektro ugm pak, hehe
Post a Comment